JEPARA – Ribuan warga memadati kawasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Ujungbatu, Jepara, Senin (7/4/2025), untuk menyaksikan prosesi larungan kepala kerbau. Rangkaian kegiatan Pesta Lomban jadi puncak pekan syawalan, tradisi turun-temurun sebagai wujud syukur masyarakat pesisir atas limpahan hasil laut.
Sejak pukul 06.00, kerumunan telah memenuhi kawasan dermaga. Warga dari berbagai penjuru berdatangan demi menyaksikan momen sakral tahunan yang sarat nilai spiritual dan budaya pesisiran.
Prosesi dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, disusul sambutan dari Bupati Jepara H. Witiarso Utomo, pementasan tari tradisional Sernemi, dan ditutup dengan doa bersama. Suasana khidmat mewarnai awal perayaan di tengah riuh kegembiraan masyarakat.
Pada tahap utama, kepala kerbau yang dihias dalam miniatur kapal diarak dari dalam TPI menuju dermaga. Rombongan terdiri atas anak-anak nelayan, tokoh masyarakat, dan jajaran pejabat. Setelah itu, iring-iringan kapal mengantar miniatur tersebut menuju laut lepas untuk dilarung. Pemandangan ratusan kapal nelayan mengiringi menjadi daya tarik tersendiri.
Usai prosesi laut, arak-arakan berlanjut menuju Pantai Kartini dan disambung Festival Kupat Lepat di lapangan setempat. Dua gunungan berisi ketupat dan lepat menjadi rebutan warga dalam suasana penuh keceriaan dan kebersamaan.
Mas Wiwit, sapaan akrab Bupati Jepara, menegaskan bahwa larungan bukan sekadar seremoni. “Larungan adalah bentuk syukur kepada Allah Swt. atas berkah hasil laut. Kepala kerbau yang dilarung merupakan sedekah kepada alam, bukan untuk menyembah laut,” tegasnya.
Ia juga berencana menambah kemeriahan perayaan tahun depan dengan menggelar parade pasukan serta melibatkan penyelenggara acara profesional. Koordinasi bersama TNI dan Polri telah dilakukan untuk mendukung kegiatan tersebut. “Jepara adalah kawasan maritim. Tradisi ini berpotensi menjadi ikon wisata budaya yang mendunia,” kata dia.
Mas Bupati membeberkan bahwa larungan memiliki nilai sejarah yang kuat. Catatan tertulis mengenai Pesta Lomban ditemukan dalam jurnal Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië tahun 1868, dan koran Slompret Melajoe tahun 1893. “Tradisi ini telah menjadi identitas kultural Jepara sejak abad ke-19,” tuturnya.
Selain pelestarian budaya, Pesta Lomban juga memperkuat solidaritas sosial dan mendorong sektor UMKM pesisir. Pemerintah daerah berharap tradisi ini dapat terus berkembang menjadi magnet wisata, tak hanya untuk masyarakat nusantara, tetapi juga dunia internasional. (DiskominfoJepara/AP)