JEPARA – Petani kopi di Jepara umumnya sangat akrab dengan kopi jenis robusta. Namun kopi arabica tidak dikesampingkan. Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Jepara tahun ini memperluas lahan budidaya kopi arabica hingga 200 hektare.
Hal tersebut dikatakan Kepala DKPP Kabupaten Jepara Diyar Susanto melalui Kepala Seksi Produksi Usaha Perkebunan Denie Puji Wuryanto di kantornya, Kamis (5/8/2021).
“Tahun 2021 ini kami mendapat alokasi anggaran dari pusat untuk kegiatan perluasan tanaman kopi Arabica seluas 200 hektare,” kata Denie.
Rinciannya, 100 hektare bersumber dari kegiatan Pemberdayaan Ekonomi Nasional (PEN) dan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) di Desa Damarwulan (Poktan Langgeng Makmur 10) dan Kunir (Poktan Wana Lestari 1), serta 100 hektar dari dana APBN yang dialokasikan di Desa Tempur (Gapoktan Sido Makmur) berupa bibit kopi dan tanaman pelindung.
Kegiatan di tiga desa yang terletak di lereng utara Muria tersebut sekaligus menjadi tambahan perluasan budidaya kopi di Kota Ukir. Pada tahun yang sama, dalam kegiatan pengembangan prasarana pertanian, disiapkan 2500 batang bibit kopi robusta untuk wilayah di lereng barat Muria. Bantuan kopi robusta ini dialokasikan untuk petani kopi di Batealit (1000 batang) serta Tanjung dan Plajan (Pakisaji) masing-masing 750 batang.
“Akan diikuti dengan kegiatan temu teknik untuk masing-masing kelompok tani. Namun sejauh ini temu teknik belum bisa kami laksanakan karena masih ada larangan berkerumun seiring pandemi Covid-19,” kata Denie.
Selain benih dan bibit, bantuan alat-alat produksi pascapanen juga diberikan. Melalui Anggaran Biaya Tambahan (ABT) APBN, Kelompok Tani Sidomulyo 6 Desa Tanjung (Pakisaji) dibantu satu paket alat pascapanen kopi yang terdiri dari huller, pulper dan timbangan. Paket bantuan yang sama juga diberikan untuk Kelompok Tani Sreni Jaya Desa Bategede (Nalumsari). Sedangkan alat pengolahan yang dialokasikan tahun ini untuk Kelompok Tani Ngudi Makmur Desa Tanjung (Pakisaji) dan Tani Makmur Desa Batealit berupa roaster, grinder, dan sealer.
“Barang sudah diterimakan kelompok pada tanggal 14 Juni 2021,” terang Denie.
Dengan bantuan alat-alat itu, petani kopi diharapkan bisa memetik nilai tambah produk yang mereka budidayakan karena bisa menjual kopi dalam aneka bentuk, mulai dari wose, green bean, kapai sangria, hingga kopi bubuk. Hal ini juga bisa mendukung penyediaan produk unggulan dalam pengembangan wisata lokal di masing-masing desa.
“Kami bersyukur sebagian kelompok tani sudah bisa menembus toko modern dengan produk kopi bubuk. Seperti dari Batealit dan Dudakawu,” katanya.
Berdasarkan data yang ada di DKPP Kabupaten Jepara, luas lahan budidaya kopi di Jepara semakin luas. Jika pada tahun 2016 tercatat 1514 hektare, tahun 2020 yang lalu menjadi 1794 hektare. Sedangkan total produksinya mengalami fluktuasi dalam kisaran 774 ton hingga 915 ton per tahun.
“Fluktuasi produksi ini dipengaruhi banyak faktor. Mulai dari pola budidaya, organisme pengganggu tanaman dan kebeerhasilan pengendaliannya, cuaca, hingga pola peremajaan tanaman yang tidak lagi produktif,” kata Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) DKPP Kabupaten Jepara Anang Eko Wibowo.
Hasil produksi itu dijual petani dalam berbagai bentuk. Mulai dari wose, green bean, kopi sangrai, hingga kopi bubuk. Ada yang dijual kepada tengkulak, pedagang pengepul, bermitra dengan café penyaji, hingga end user dalam bentuk olahan kopi. (DiskominfoJepara/Sulismanto)