JEPARA – Para petani kopi di Jepara merasakan benar manfaat pembinaan pemerintah daerah. Tidak terkecuali petani di lereng barat hingga barat daya gunung Muria. Meski baru dibina beberapa tahun belakangan, mereka telah mampu menghasilkan kopi berkualitas.
“Kuncinya memang penanganan kopi sesuai materi pelatihan (dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian -DKPP Kabupaten Jepara), baik dari sisi budidaya, pascapanen, maupun pengolahan. Selain berkualitas, kami juga menghasilkan kopi yang cita rasanya unggul,” kata Muhammad Alim, salah satu petani kopi di Desa Tanjung, Kecamatan Pakisaji, saat mengantar Gelora mengunjungi kebun-kebun kopi di atas kampungnya, Kamis (5/8/2021).
Masuk di wilayah Dukuh Salak, Desa Tanjung, belasan hektare lahan kopi di kebun-kebun yang ditunjukkan Alim bersama salah satu pemilik lahan, Romli, berada di puncak dan lereng perbukitan kawasan atas gunung Muria. Berdasar aplikasi Altimeter, lokasi ini berada di ketinggian antara 600 meter hingga 660 meter di atas permukaan laut.
Sebagian buah kopi di pohon-pohon yang ditunjukkan sudah terlihat merah. Alim dan Romli memperkirakan satu bulan sejak kunjungan ini mereka segera memasuki puncak masa panen. Para petani yang menjadi rekan kelompok tani Alim dan Romli, kini hanya melakukan panen petik merah sebagai salah satu syarat menghasilkan kopi berkualitas.
Klaim Muhammad Alim bahwa kopi yang dihasilkan petani Tanjung berkualitas dan memiliki keunggulan cita rasa cukup beralasan. Dasarnya adalah hasil terkini lomba produk unggulan pertanian (2020) yang diselenggarakan oleh DKPP Kabupaten Jepara. Dalam cabang lomba cita rasa kopi, M Alim yang mewakili Kelompok Tani Margojoyo menjadi juara 1 se-Kabupaten Jepara. Sedangkan Romli yang juga mewakili Tanjung menjadi juara harapan 2.
Dalam lomba itu, kopi yang dibawa M Arifin asal Desa Sumosari (Batealit) menjadi juara 2, lalu juara 3 Eko Susanto asal Bungu (Mayong), dan juara harapan 1 Rastam asal Tempur (Keling).
Hasil ini diakui menguatkan posisi Desa Tanjung sebagai salah satu penghasil kopi. Alim dan Romli mengatakan, sejak dibina DKPP, dia bersama para petani di kelompoknya tak lagi menjual kopi mentah ke luar daerah.
“Panen tahun lalu kebun saya menghasilkan kopi hingga 5 ton basah. Kalau dulu saya jual basah ke Kudus, kini diolah dulu menjadi green bean, kopi sangrai, maupun bubuk. Pesanan umumnya dari bakul, warung, dan untuk stok kafe,” kata Romli.
“Sekarang ini, memenuhi permintaan untuk kebutuhan di Jepara saja sudah sulit,” kata Mbah Sirodjuddin, salah satu petani pemilik lahan kopi terluas di Desa Tanjung.
Senada dengan Romli dan Mbah Sirodj, untuk memetik nilai tambah kopi dari desanya, Alim belakangan ini menjual kopi Tanjung dalam berbagai olahan. Mulai dari green bean, kopi sangrai, hingga kopi bubuk. Di sebuah etalase plastik yang ditempatkan di sudut ruang tamu rumahnya, Alim memajang produk-produk itu dengan label “Kopi Tanjung”, baik dari jenis excelsa, robusta maupun arabica.
Meski belum mempunyai mesin pengolah sehingga harus membayar jasa kepada penyedia mesin pengolah, Alim mengaku tetap bisa memetik nilai tambah dari produk-produk olahan tersebut. Bahkan, meski mengaku pernah menjadi tukang kayu, Alim kini telah beralih sepenuhnya ke bisnis perkebunan dengan komoditas utama olahan kopi.
“Pelanggannya mulai dari penikmat kopi, pelaku usaha penyaji kopi seperti kafe dan angkringan, toko, penjual oleh-oleh wisata lokal, teman-teman kantor, hingga masyarakat umum. Bubuk kopi robusta kemasan 150 gram kami jual Rp20 ribu, bubuk Arabica Rp10 ribu per 100 gram, dan bubuk Excelsa Rp25 ribu per 150 gram. Sedangkan Green bean bisa laku Rp40 ribu ke atas,” rinci Alim.
Petinggi Tanjung Dwii Ganoto yang menyertai Gelora ke rumah Alim mengatakan, selain pembinaan, DKPP Kabupaten Jepara juga membantu petani kopi di desanya dengan peralatan mesin pengolah, mulai dari pulper, huller, hingga roaster.
“Ada yang sudah diterima kelompok, ada yang baru akan diterima tahun ini termasuk untuk Poktan Margojoyo,” kata Dwi Ganoto.
Potensi kopi di desanya dia sebut luar biasa. Untuk memudahkan budidaya dan distribusi, infrastruktur berupa akses jalan antarkampung dan menuju perkebunan kopi di kawasan atas gunung Muria terus ditingkatkan.Ada yang dengan aspal, ada yang dicor.
“Dari Dukuh Turong ini ke perkebunan kopi dan ke Dukuh Salak dari semula 5 kilometer lebih jalan setapak, kini semua sudah lebar. Mudah dilintasi mobil. Dari kegiatan peningkatan julan selama tiga tahun ini, yang belum beraspal atau cor tinggal sekitar 1,5 kilometer. Jalan dari Dukuh Gronggong ke lokasi-lokasi ini pun sudah cor semua,” katanya. (DiskominfoJepara/Sulismanto)