JEPARA – Jepara merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak peninggalan sejarah. Agaknya, Jepara tepat disebut dengan kota tua. Dari sisi historisnya, jauh sebelum Portugis masuk, antara tahun 600-900 masehi sudah ada lebih dulu Cina melalui Dinasti Tang. Bahkan, orang jamak mengenal kebesaran Ratu Shima di Kerajaan Kalingga yang kala itu dikenal dengan Kerajaan Holing atau Kaling. Walau begitu, letak pusat pemerintahannya masih simpang siur.
Hal itu didiskusikan dalam Dialog Tamansari Menyapa dengan tema “Upaya Pelestarian Cagar Budaya” di Radio R-Lisa pada Jumat, (12/7/2024) yang dipandu moderator Muhammad Safrudin selaku Sub Koordinator Bidang Media Massa Diskominfo Kabupaten Jepara.
Tenaga Ahli DPRD Kabupaten Jepara Muniyadi memaparkan bahwa semakin tua kota kita berarti perdaban pun juga semakin tua. Misalnya, peradaban zaman Shima dikenal di Tiongkok memiliki penerapan hukum sangat absolut. Bahkan anaknya sampai dihukum mati. “Jadi satu-satunya negeri monarki yang demokratis dan penerapan hukumnya sangat adil,” ujarnya.
Kaitannya dengan ditetapkannya perda tentang cagar budaya, ke depan diharapkan mampu menjadi aturan dan upaya pelestarian cagar budaya di Jepara.
“Kebijakan itu harus diambil meski undang-undang cagar budaya baru ada tahun 2010 dan 14 tahun kemudian dimiliki. Salah satu peran pemerintah untuk menjaga budaya, kalau tidak diatur kalau ada diduga benda cagar budaya yang punya nilai ekonimis bisa dijual padahal bukan miliknya. Khawatirnya jika tidak diedukasi, tidak ada sanksi ya hilang dengan sendirinya,” jelas Muniyadi yang akrab disapa Dipong.
Lia Supardianik selaku Pamong Budaya pada Disparbud Kabupaten Jepara mengemukakan tidak semua benda yang kuno sebagai cagar budaya.
“Harus diingat bahwa untuk menahbiskan harus melihat bukti fisik yang ada. Nah ada disampaikan misalnya ada Candi Bubrah kami yang punya tugas tentang cagar budaya sudah menginventaris dan mengamankan temuan,” kata Lia.
Lia bercerita bahwa di bulan Juni lalu timnya menemukan teracota di lereng Muria. Ia bercerita bahwa beberapa artefak juga ditemukan namun belum bisa diekspos. Dirinya juga menguraikan makna cagar budaya melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
“Sebuah warisan budaya yang bersifat kebendaan tapi harus diingat semua benda punya nilai historis, edukasi, sosial budaya. Ketika sudah mempunyai nilai dan dilakukan penetapan, melalui pengkajian. Kalau belum, disebut Objek Diduga Cagar Budaya – perlakuannya sama dengan cagar budaya. Yang menetapkan tim ahli cagar budaya lalu diberikan rekomenasi pada bupati kalau di kabupaten,” terang Lia. (DiskomifoJepara/Karisma)